Bupati Resmikan Kantor NU Paliyan
Paliyan, nugeka.com – bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2022, Kantor Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kapanewon Paliyan diresmikan oleh Bupati Gunungkidul, H Sunaryanta. Kantor MWC NU Kapanewon Paliyan didirikan di kompleks Madrasah Ibtidaiyah (MI) Yappi Mulusan.
Peresmian gedung ini langsung dibuka oleh Bupati Gunungkidul H. Sunaryanta, serta dihadiri oleh Ketua Tanfidziah PCNU Gunungkidul, Panewu Kapanewon Paliyan, sesepuh NU di serta tamu undangan. Dalam sambutanya, Bupati Gunungkidul mengapresiasi pembangunan kantor MWC NU ini dan pembangunan ini dapat meringankan beban pemerintah dalam pemerataan pembangunan.
“Semoga tempat ini dapat dijadikan sarana komunikasi oleh warga Nahdliyin di wilayah Paliyan,” imbuhnya.
Sambutan kedua disampaikan oleh ketua Tanfidziah Gunungkidul, KH Sya’ban Nuroni, MA. Ia berpesan, dengan adanya gedung baru MWC nantinya bisa bermanfaat untuk kemaslahatan umat, khususnya warga Nadhliyin di Kapanewon Paliyan, serta dapat meningkatkan semangat harakah pergerakan di Kapewon Paliyan agar lebih tambah ngremboko (berkembang).
“Setelah pembangunan ini perlu dikembangkan lagi, dan bersama sama, berkontribusi untuk mendapat berkah Allah SWT. NU harus punya kontribusi nyata, harus membangun jiwa nasionalisme, punya rasa cinta tanah air (hubbul wathon minal iman),” pesan Kiai Sa’ban.
Sementara itu mauidhah hasanah, KH. Drs. Henry Sutopo Menyampaikan bahwasanya NKRI sampai saat ini masih berdiri dengan baik, ayem tentrem, dan bertoleransi tinggi karena adanya Nahdlatul Ulama. Islam yang bisa srawung dengan siapa saja ini ya Nahdlatul Ulama. Islam wasathiyah, moderat, tidak suka musuhan, merangkul siapa saja itu karena ngaji pakai sanad. Ngaji harus pakai sanad (sandaran).
Islam yang bisa srawung dengan siapa saja ini ya Nahdlatul Ulama.
KH. Drs. Henry Sutopo
Ciri islam bersanad itu (Pertama) tidak sebentar-sebentar al-Qur’an, sebentar-sebentar hadist, tapi diperlukan pertama, pertimbangan istithaah (kemampuan). Contoh haji, haji wajib bagi yang mampu. Contoh lain, shalat fardhu harus berdiri. Bagi yang mampu, kalau tidak mampu ya tidak harus berdiri, bisa sambil duduk, atau selonjor.
Kedua, ada pertimbangan hajad (kebutuhan). Ketiga, ada pertimbangan adat. Empat, tidak harus persis tapi ada pertimbangan muqthadal hal (melihat situasi dan kondisi) atau proporsional.
“Seluruh ayat al-Qur’an tidak boleh dibantah. Mutlak absolut tapi semua tergantung situasi dan kondisi. Dengan memahami semua itu, dan menerapkannya dalam kehidupan kita, Insyaallah akan terwujud Islam rahmatan lil ‘alamin,” pesan Kiai Henry. (Yus).