KH. Ahmad Marzuqi Giriloyo
KH. Ahmad Marzuqi lahir pada tahun 1901 dari pasangan KH. Romli dan Hj. Siti Syarifah binti KH. Muhammad Ali di Dusun Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul, DIY. Ia akrab disebut Mbah Marzuqi. Nama kecilnya adalah Hadi. Berdasar keterangan KH. Ahmad Zabidi, nasab mbah Marzuqi sampai kepada Sunan Cirebon.
Sejak kecil, Mbah Marzuqi sudah digadang-gadang agar bisa meneruskan perjuangan dakwah ayahnya. Dalam rangka mewujudkan itu, sejak belia, ia sudah dididik ilmu agama secara ketat. Tahun 1905 hingga 1010, Mbah Marzuqi mondok di Pesantren Kanggotan, Pleret, Bantul, di bawah asuhan KH. Zaini. Beberapa kitab yang dipelajari antara lain Safinatun Najah dan Fathul Qarib.
Tahun 1910 hingga 1914, Mbah Marzuqi nyantri kepada KH. Hafidz Dimyati di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur. Di sini ia belajar ilmu syara’, tasawuf, dan lain-lain. Tahun 1915 hingga 1918, Mbah Marzuqi belajar kepada KH. Dalhar di Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Di pesantren ini, ia bermimpi terdapat sinar terang sekali. Mbah Dalhar mengatakan bahwa dirinya akan segera dihajikan oleh orang tuanya. Dan memang benar, tidak beberapa lama, ia dihajikan oleh orang tuanya.
Tahun 1919 hingga 1922, Mbah Marzuqi nyantri kepada KH. Abdurrauf di Pondok Pesantren Somolangu, Kebumen, Jawa Tengah. Di pesantren ini, Mbah Marzuqi sering dipercaya menggantikan (badal) kiai mengajar para santri. Tahun 1922 hingga 1925, ia melanjutkan nyantri di Pondok Pesantren Lirap, Kebumen, Jawa Tengah. Tahun 1926 hingga 1927, ia nyantri kepada KH. Idris di Pondok Pesantren Jamsaren, di Solo, Jawa Tengah. Tahun 1927 hingga 1931, Mbah Marzuqi nyantri kepada KH. Munawwir di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Di sini, ia menyelesaikan hafalan al-Qur’an 30 Juz.
Setelah menyelesaikan nyantri di Krapyak, ia mulai berdakwah di sekitar Imogiri dan luar kabupaten, hingga Gunungkidul. Saat itu, di Gunungkidul sangat minim “santri”, adanya ada di Getas dan Gedad, Playen. Selain bil hal, ia berdakwah dengan ilmu ketabiban dan kejadugan. Dengan cara ini, ia banyak mendapat simpati dari masyarakat. Dakwahnya banyak diterima oleh masyarakat.
Dalam rangka melancarkan dakwah, Mbah Marzuqi juga mendirikan masjid dan mushala. Sebagai pelengkap, ia juga mendirikan sekolah formal. Di antara sekolah formal yang didirikan meliputi 130 TK, 53 MI, 12 MTs/SMP, 8 SMA/MA.
Tanggal 14 Desember 1991, ia berwasiat kepada putra dan kaum muslimin untuk menbaca doa nekton dinulu. Setelah itu, ia menghadap Allah SWT. Hingga tulisan ini dibuat (tahun 2022), masyarakat Gunungkidul masih banyak yang rutin menghadiri haul Mbah Marzuqi setiap tahunnya. Selain itu, mereka juga melakukan ziarah ke makam Mbah Marzuqi tanpa kenal waktu. Mereka menggap bahwa Mbah Marzuqi adalah murabbi ruh.