Menelusuri Sejarah NU Gunungkidul

0

Menelusuri Sejarah NU Gunungkidul
Oleh:
Fatah Sutarman, S.Pd.
(Sekretaris LTN NU Gunungkidul)

SENGAJA penulis mengawali judul dalam penulisan ini dengan kata menelusuri, sebuah kata paling pas dan sesuai dengan apa yang akan penulis lakukan pada hari-hari atau bulan-bulan atau mungkin hingga tahun mendatang yaitu “menelusuri sejarah” sampai penelusuran sejarah menemukan titik terangnya, yakni mampu memahami apa yang terjadi di masa lalu dan punya bukti yang kuat sehingga kehadiran buku berjudul, “SEJARAH NU GUNUNGKIDUL” pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Guna mempermudah dalam mengungkap sejarah NU Gunungkidul penulis akan melakukannya dalam 2 tahap penelusuran sejarah. Pertama, menelusuri sejarah NU Gunungkidul secara struktural yaitu kyai-kyai yang menduduki posisi di Syuriah dan Tanfidziyah dalam kepengurusan PCNU Gunungkidul dari masa ke masa, lengkap dengan kiprahnya disertai bukti peninggalannya. Kedua, sejarah NU Gunungkidul secara kultural yaitu kyai-kyai yang menghidupkan tradisi NU, prinsip metodologinya sama dengan yang dilakukan Wali Songo di masa lalu yaitu mempertahankan budaya atau tradisi lama yang baik serta menerima tradisi baru yang baik, sembari memasukkan nilai Islam rahmatan lil‘alamin.

Secara umum, dalam melakukan penelusuran terhadap “Sejarah NU Gunungkidul” maka ada beberapa tahapan yang akan dilakukan oleh penulis, antara lain: 1). Menentukan topik sejarah, 2). Mengumpulkan sumber sejarah, 3). Melakukan verifikasi sumber sejarah, 4). Melakukan interpretasi terhadap sumber sejarah yang sudah selesai diverifikasi dan 5). Penulisan sejarah berdasarkan hasil interpretasi sejarah.

Dalam menelusuri ataupun meneliti “Sejarah NU Gunungkidul” ada empat tahap metode yang digunakan oleh penulis yaitu: Pertama, Heuristik yakni proses mencari dan menemukan yang dibutuhkan sebagai sumber sejarah yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer berasal langsung dari para pelaku sejarah, bisa juga seperti naskah, makam, dokumen-dokumen, foto, masjid, masjid, makam, pesantren, catatan harian, hasil wawancara, video dan lain-lain. Sedangkan sumber sekunder berasal dari pihak yang bukan pelaku sejarah, melainkan pihak lain di luar para pelaku sejarah (peneliti misalnya). Benda-benda yang termasuk sumber sekunder antara lain adalah laporan penelitian, ensiklopedia, catatan lapangan peneliti, buku dan lain-lain. Dalam proses mencari dan mengumpulkan sumber sejarah NU Gunungkidul ini penulis memprioritaskan sumber primer terlebih dahulu karena menurut hemat penulis sumber primer lebih valid.

Setelah melakukan heuristik, Tahap kedua adalah kritik atau disebut juga verifikasi. Ini adalah metode untuk autentikasi (membuktikan sumber sejarah yang bersangkutan adalah asli) dan kredibilitas sumber sejarah. Tahap ketiga, interpretasi. Di sini penulis melakukan penafsiran akan makna atas fakta-fakta yang ada serta hubungan antara berbagai fakta yang harus dilandasi oleh sikap objektif. Tahap keempat, historiografi merupakan tahapan terakhir berupa penulisan sejarah dengan memperhatikan beberapa kaidah penulisan yang berlaku.

Penelusuran sejarah ini dilatarbelakangi belum adanya data yang terdokumentasikan dengan baik dari rekam jejak para pendahulu, baik itu secara structural maupun kultural. Secara kultural masuknya NU di Gunungkidul kemungkinan besar berawal dari dakwah simbah kyai Ahmad Marzuki Giriloyo Imogiri, Bantul, yang mana hal tersebut berdasarkan penuturan masyarakat di daerah Gedad dan Getas Playen, bahwa beliau pernah berdakwah dan mengenalkan ajaran Islam ala Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah di daerah tersebut. Dakwah beliaulah yang kemudian diyakini menjadi embrio berdirinya NU Struktural di Gunungkidul.

Menurut data yang ada, NU struktural Kabupaten Gunungkidul dimulai pada tahun 1952 yang mana masih merupakan Ranting Cabang Bantul dengan susunan pengurus terdiri dari: Rois Syuriyah dijabat oleh KH. Moh. Wardani Robangi Getas, Playen. Sedangkan Ketua Tanfidziyah dijabat oleh kyai Hanafi. Kemudian, pada tahun 1953 dari Ranting Cabang Bantul menjadi MWC dan pada tahun 1954 PCNU Kabupaten Gunungkidul terbentuk secara independent. Nah, bagaimana dengan pendapat Saudara dengan data penulis di atas, perlukah penelusuran sejarah ini lebih lanjut?***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *