Makna Tradisi Selamatan Arioyo dan Ketupat di Gunungkidul
Agus Suprianto, SH., SHI., MSI., CM
Dosen STAI Yogyakarta dan Mahasiswa S-3 FSH UIN Sunan Kalijaga
Masyarakat Gunungkidul, khususnya Kelurahan Gedangan Karangmojo, saat malam Idul Fitri merayakan selamatan arioyo. Hal ini sebagaimana tulisan “mengenal selamatan arioyo, tradisi warga gunungkidul pada malam lebaran” yang diberitakan oleh merdeka.com.
Selamatan Arioyo atau selamatan hari raya merupakan selamatan yang digelar pada malam hari raya Idul Fitri, tepatnya setelah salat magrib atau salat isya. Masyarakat yang hadir adalah para tetangga terdekat yang berkumpul di salah satu rumah warga dan masing-masing kepala keluarga membawa makanan sendiri-sendiri. Makanan yang dibawa lalu diletakkan di atas sebuah tampah beralas daun pisang. Isinya macam-macam, seperti gudangan, ketupat, apem, tumpeng nasi ingkung ayam, dan sebagainya.
Maksud dan makna dari makanan gudangan, ketupat, apem, tumpeng nasi antara lain: 1). Gudangan atau sayur urap berisi berbagai macam sayuran yang dibumbui kelapa parut dan rempah-rempah yang telah dihaluskan, setelah dicampur menjadi satu rasanya malah enak. Ini memiliki makna persatuan dan gotong-royong dalam masyarakat, simbol perbedaan baik di keluarga maupun masyarakat, apabila disatukan, lalu kita guyub rukun, itu bisa membawa kententraman dan kenikmatan hidup.
2). Ketupat singkatan dari ngaku lepat artinya mengakui dosa kepada Allah SWT (hablu minallah) dan mengakui kesalahan pada sesama manusia (hablu minannas). Sehingga harapannya idul fitri menjadi suci Kembali.
3). Apem sebagai satu-satunya hidangan manis di dalam tampah. Kata “apem” berasal dari ‘afwan’ artinya ampun atau meminta ampunan.
4). Tumpeng nasi memiliki arti tumindak sing lempeng atau berperilaku yang lurus. Maksudnya tumpeng menjadi penanda dan harapan masyarakat selalu memiliki perilaku yang baik usai beribadah di bulan Ramadan.
Kemudian idul fitri juga dikenal dengan lebaran ketupan, hal ini sebagaimana tulisan “idul fitri, syawalan dan tradisi kupatan” yang ditulis Agus Suprianto di website wulung.id. Lebaran ketupat biasa dirayakan saat 01 Syawal ataupun tanggal 07 – 08 Syawal (sebagai penanda usai melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal). Hal ini tak lepas dari tuntunan agama Islam, di mana Nabi Muhammad SAW menganjurkan bagi umat Islam supaya menyempurnakan puasa Ramadhan dengan puasa sunah enam hari di bulan Syawal karena pahalanya bisa menghapus dosa seseorang untuk satu tahun kedepan. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر
Artinya:
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka baginya (pahala) puasa selama setahun penuh.” (HR Muslim).
Secara detail keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal yaitu: pertama, menyempurnakan puasa ramadhan. Puasa sunah Syawal sebagai penyempurna puasa Ramadhan, sebagaimana sholat sunah rawatib sebagai penyempurna sholat fardhu lima waktu. Kedua, menyempurnakan menjadi pahala puasa satu tahun. Puasa sunnah Syawal untuk menyempurnakan pahala puasa menjadi pahala puasa setahun. Ketiga, menjadi tanda diterimanya puasa ramadhan. Puasa sunah Syawal membiasakan umat Islam untuk berpuasa setelah selesainya puasa Ramadhan.
Keempat, sebagai tanda bersyukur kepada Allah SWT. Keutamaan puasa sunah Syawal sebagai tanda syukur umat Islam kepada Allah SWT atas anugerah yang melimpah di bulan Ramadhan berupa puasa, qiyamul lail (shalat malam), zakat dan lain-lain. Dan kelima, mempertahankan ibadah yang dijalankan selama Ramadhan. Keutamaan puasa sunah Syawal menjadi wujud Ibadah yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan tidak terputus. Menjalankan ibadah puasa enam hari di bulan Syawal menunjukkan bahwa ibadah yang dijalankan selama bulan Ramadhan tidak berhenti meski bulan suci itu telah berlalu. Keistiqomahan ibadah selama ramadhan perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan sebagaimana bulan syawal bermakna bulan peningkatan.
Oleh karenanya pemeluk agama Islam di Jawa mentradisikan Lebaran Ketupat, setelah Idul Fitri menyambung dengan berpuasa sunat selama enam hari. Ada yang dimulai sejak tanggal 2 syawal dengan terus-menerus dan ada yang enam hari dilakukan tidak terus menerus tetapi masih di bulan Syawal.
Menurut sejarah cerita tutur (foklor) yang berkembang di masyarakat yang kemudian ditulis, Lebaran Ketupat di Jawa pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga Raden Said. Saat beliau memperkenalkan istilah ba’da (setelah) kepada masyarakat Jawa. Ba’da yang dimaksud Sunan Kalijaga adalah ba’da Lebaran dan ba’da Kupat. Ba’da Lebaran dipahami dengan prosesi Shalat Idul Fitri 1 Syawal, lalu dilanjutkan dengan tradisi silaturrahim saling berkunjung dan memaafkan kepada sesama muslim. Sedangkan ba’da Kupat dimulai setelah seminggu Lebaran Idul Fitri atau setelah selesai puasa sunat enam hari bagi yang langsung menjalankan puasa terus menerus semenjak tanggal 2 syawal.
Kemeriahan lebaran idul fitri dan lebaran kupat oleh masyarakat Islam Jawa ditandai dengan membuat ketupat yakni sejenis makanan yang dibuat dari beras dimasukkan dalam anyaman daun kelapa muda (Janur) berbentuk kantong persegi empat, kemudian dimasak dan dimakan dengan sayur santan. Setelah ketupat masak dan diberi lauk pauk ikan, telor dan daging serta diberi kuah bersantan, masyarakat kemudian membagi-bagikan kepada tetangga, kerabat keluarga terdekat serta orang yang lebih tua sebagai perlambang kasih sayang dan mempererat tali silaturrahim.
Kupat atau ketupat pada hari raya mengandung ajaran dan makna yang diberikan oleh Sunan Kalijaga yaitu ’Ngaku lepat’ artinya mengakui kesalahan dan ’laku papat’ artinya empat tindakan yakni lebaran, luberan, leburan dan laburan. Pertama, lebaran, mempunyai makna berarti akhir atau usai waktu bulan puasa ramadhan dan bersiap menyongsong hari kemenangan Idul Fitri (kembali suci). Kedua, luberan mempunyai makna melebur atau melimpah seperti air yang tumpah karena sudah terisi penuh. Pesan moral Luberan adalah membudayakan mau berbagi kepada orang yang tidak mampu serta membayar zakat karena itu hak orang miskin dan harus diberikan agar harta kita juga menjadi suci.
Ketiga, leburan mempunyai makna habis atau menyatu yaitu momen lebaran itu untuk melebur dosa terhadap satu dengan yang lain dengan cara meminta maaf dan memberi maaf, sehingga dosa kita dengan sesama bisa nol kembali. Dan keempat, laburan dari kata labur atau kapur, yang mempunyai makna kapur merupakan zat pewarna berwarna putih yang bisa digunakan untuk menjernihkan benda cair. Dari Laburan ini bisa dipahami bahwa hari seorang muslim harus bisa kembali jernih nan putih layaknya kapur yang menjadi simbol supaya manusia bisa menjaga kesucian lahir dan batinnya.
Ketupat secara rinci mengandung makna yaitu: Pertama, mencerminkan beragam kesalahan manusia. Hal itu bisa terlihat dari rumitnya bungkusan atau anyaman ketupat. Kedua, kesucian hati. Setelah ketupat dibuka, akan terlihat nasi putih. Hal itu mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan. Ketiga, mencerminkan kesempurnaan. Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal itu dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan berpuasa Ramadan dan akhirnya merayakan Idul fitri. Dan keempat, simbol permohonan maaf. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, dalam pantun Jawa kadang disebutkan “kupat santen“ yang artinya “Kulo lepat nyuwun ngapunten – Saya salah mohon maaf.”
Tradisi selamatan arioyo dan ketupat, awalnya dibawa oleh Walisongo khususnya Sunan Kalijaga, dahulu sebagai upaya untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Hindu. Para wali memasukkan dan mengganti adat hindu dengan nilai-nilai Islam tanpa merubah budaya lokal yang telah mengakar kuat. Di sinilah terlihat betapa Islam masuk ke tanah Jawa dengan jalan perdamaian dan tanpa kekerasan. Proses asimilasi yang berlangsung justru membuat masyarakat lebih mudah menerima Islam, dengan terbuka tanpa mengurangi kesakralan nilai-nilai Aqidah Islamiyah.