Fleksibilitas Peran Santri di Era Digital
Anma Rivalda Ma’sum
Mahasiswi Fakultas Tarbiyah IIQ An-Nur, Alumni Ponpes Al Hikmah Gubukrubuh
Nama santri saat ini tidak melulu dalam pandangan tradisional, tertinggal, dan ketinggalan zaman. Santri yang saat ini telah dapat mengikuti arus perkembangan zaman tanpa harus meninggalkan identitas asal mereka, di mana akhlak dan tingkah laku serta ajaran para guru tetap tercermin dalam setiap perilaku.
Eksistensi pesantren memang telah mendapat perhatian dari pemerintah. Undang Undang Pesantren dijadikan suatu dasar atau pedoman dalam suatu program pendidikan berbasis pesantren. Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2019 Bab I Pasal 1 yang tertulis:
“Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajara Islam rahmatan lil ‘alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan perberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Adanya pengakuan tersebut tentu membuat santri dan pesantren memiliki posisi dalam kelembagaan di Indonesia. Peran santri yang semakin berkembang di mana dulu selalu mendapat label kolot yang yang dilakukan hanya ngaji dan ngaji.
Namun sekarang, paradigma tersebut telah terkikis. Banyak santri jaman sekarang yang telah menunjukkan kepada khalayak bahwa santri pun dapat mengikuti arus perkembangan teknologi dengan ikut berkecimpung menjadi influencer. Media sosial yang digunakan antara lain Facebook, Instagram, Twitter ataupun kanal Youtube.
Era digital adalah era di mana masyarakat tidak terlepas dari teknologi dalam segi apapun. Teknologi berkembang sangat pesat hingga apa yang dulu kita pikir mustahil sekarang dapat terealisasikan. Masyarakatpun mau tidak mau juga merasakan pengaruh dari perkembangan teknologi yang signifikan.
Begitu juga para santri yang kebanyakan adalah anak muda yang haus akan informasi apapun. Kesadaran akan kebutuhan pengetahuan informatika untuk bekal di masyarakat semakin tumbuh. Dakwah lewat jalan media sosial telah marak dilakukan oleh para dai di zaman sekarang ini.
Dalam aspek pendidikanpun teknologi sangat berpengaruh, terlebih ketika pandemi melanda dunia sampai saat ini. Terdapat beberapa pesantren yang awalnya tidak memperbolehkan para santrinya untuk membawa ponsel, akhirnya melonggarkan peraturan tersebut.
Satu-satunya pesantren di Jogja yang awalnya hanya memperbolehkan mahasantri (santri yang menjadi mahasiswa di perguruan tinggi) semester lima yang membawa laptop. Namun, tuntutan dari berbagai kebutuhan akan teknologi untuk mengerjakan tugas atau untuk referensi, akhirnya pihak pesantren memberi kelonggaran berupa diperbolehkannya mahasiswa semester tiga untuk membawa laptop.
Keterbatasan tersebut tidak membuat para santri menjadi kesulitan, mereka justru dapat memanfaatkan dengan baik kebijakan yang ada, bahkan beberapa dari mereka menjadi lulusan tercepat.
Contoh di atas adalah salah satu dari berbagai dinamika pesantren tentang jawaban atas tantangan perkembangan zaman. Bahkan terdapat suatu komunitas santri digital yang merupakan sebuah komunitas atau organisasi nonprofit yang berdiri dengan tujuan edukasi digitalisasi bagi kaum santri.
Adanya santri digital dengan tujuan demi mewadahi para santri yang dituntut untuk mampu beradaptasi dengan dunia teknologi. Peran santri dan pesantren tidak hanya sebagai produsen dan kreator dari konten-konten dakwah dan lain-lain tetapi juga sebagai lembaga pendidikan keagamaan keislaman yang memiliki konstribusi dalam mengembangkan sumber daya bagi bangsa Indonesia.
Santri sebagai kontrol sosial juga diharapkan dapat menjadi teladan bagaimana seharusnya teknologi dimanfaatkan dengan baik dan benar di mana saat ini banyak produk dari perkembangan teknologi yang memiliki banyak kemadharatan yang secara tidak sadar dapat merusak tatatan moral dan peradaban bangsa ke depan.
Pemanfaatan teknologi yang baik juga telah dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai pedoman umat muslim dalam menjalani kehidupan. Di antaranya QS. Al-A’la ayat 8, “Dan kami akan memudahkan bagimu ke jalan kemudahan (mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat).”
Teknologi menjadi salah satu bentuk kemudahan yang diberikan oleh Allah Swt. Juga terdapat dalam QS. Yunus ayat 101, “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan bumi, Tidakkah memanfaatkan tanda-tanda (Kebesaran Allah) dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang orang yang tidak beriman.”
Allah SWT memerintahkan kita untuk memperhatikan fenomena alam dan mengambil maanfaatnya. Teknologi juga hasil dari produktivitas manusia yang dapat diambil manfaatnya.
Ketika berbagai macam dinamika di masyarakat berkembang, santri dituntut untuk selalu mampu mengatasi dan menyelaraskan diri agar dapat menghadapi tuntutan tersebut. Santri akan selalu ada ketika dibutuhkan dalam bidang apapun. Santri akan selalu siap untuk menjadi seorang pemimpin dalam berbagai hal, khususnya dalam konteks keagamaan dan hal-hal lainnya, baik dalam bidang ekonomi, teknologi, pendidikan, juga sosial-kemasyarakatan.
Fleksibilitas peran santri itu juga akan terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat. Pengubahan paradigma memang diperlukan untuk dapat mengetahui potensi dari setiap individu dengan latar belakang yang berbeda-beda. Dengan itu, kita dapat mengambil manfaat dan hikmah dari setiap kejadian dan tindakan.