Hukum Wisuda Menurut Keputusan LBM-PWNU DIY

DESKRIPSI

Belakangan  ini,  dunia  maya  dihebohkan  dengan  cuitan  viral  mengenai  acara wisuda.  Kontroversi  muncul  ketika  beberapa  pihak  berpendapat  bahwa  wisuda seharusnya hanya dilakukan untuk lulusan kuliah, bukan untuk jenjang pendidikan dibawahnya seperti TK, SD, SMP, dan SMA.

Perdebatan muncul antara pihak yang menyebut  wisuda sebagai momen sakral setelah menyelesaikan perjuangan selama kuliah dengan menyelesaikan skripsi atau tugas akhir, dan kelompok lain yang berpendapat bahwa wisuda di sekolahsekolah merupakan cara mengabadikan momen perpisahan.

Kelompok yang keberatan diselenggarakannya prosesi wisuda untuk TK, SD, SMP, SMA dan yang sederajat, mendasarkan alasannya pada beban biaya yang harus dibayarkan untuk pelaksanaan wisuda. Tidak semua wali murid mampu dan banyak di antara mereka yang terpaksa.

PERTANYAAN:

  1. Apa hukum pelaksanaan wisuda sebagai seremoni yang menandai akhir masa belajar?
  2. Bagaimana hukum pihak sekolah/madrasah mewajibkannya kepada para peserta didik?
  3. Apa hukum pelaksanaan wisuda yang terkesan berlebihan?

JAWABAN:

1. Hukum asal penyelengaraan wisuda adalah mubah. Hukum mubah ini bisa berubah menjadi sunnah, jika penyelengaraan wisuda disertai dengan niat bersyukur dan menampakkan rasa bahagia atas kesempatan belajar dan hasil capaian yang telah diraih, serta menghormati peran guru dan orang-orang yang telah memberikan dukungan selama perjalanan pendidikan. Hukum wisuda ini bisa berubah menjadi haram, jika dilakukan untuk kesombongan dan membanggakan diri.

مفاهيم يجب ان تصحح ص: 314

جرت عاداتنا ان نجتمع لإحياء جملة من المناسبات التاريخية كالمولد النبوي وذكرى الإسراء والمعراج وليلة النصف من شعبان والهجرة النبوية وذكرى نزول القرآن وذكرى غزوة بدر, وفي اعتبارنا أن هذا الأمر عادي لا صلة له بالدين فلا يوصف بأنه مشروع أو سنة كما انه ليس معارضا لأصل من أصول الدين لأن الخطر هو في اعتقاد مشروعية شيء ليس بمشروع, وعندي أن أمثال هذه الأمور العادية العرفية لا يقال فيها أكثر من أنها محبوبة للشارع أو مبغوضة وأظن أن هذا القدر متفق عليه

“Tradisi  kami  adalah  berkumpul  untuk  merayakan  sejumlah  peristiwa  sejarah seperti  Maulid Nabi,  Isra’  Mi’raj,  Malam  Nisfu  Sya’ban,  Hijrah  Nabi,  peringatan turunnya Al-Quran, dan peringatan perang Badar. Dalam pandangan kami, hal ini dianggap sebagai adat yang tidak terkait dengan agama. Oleh karena itu, tidak bisa  dikategorikan  sebagai  sesuatu  yang  disyariatkan  (masyru’)  atau  sebagai sunnah.  Namun,  hal  ini  juga  tidak  bertentangan  dengan  prinsip-prinsip  agama. Bahaya  terletak  pada  keyakinan  bahwa  sesuatu  yang  sebenarnya  tidak disyariatkan dianggap sebagai sesuatu yang disyariatkan. Menurut saya, hal-hal seperti  ini  yang  merupakan  adat  atau  tradisi  masyarakat,  tidak  perlu  dikatakan lebih dari perbuatan yang disukai oleh agama atau tidak. Saya rasa ini poin yang disepakati bersama”.

إحياء علوم الدين: (4/ 370)

فإن قوله عليه السلام إنما الأعمال بالنيات يختص من الأقسام الثلاثة بالطاعات والمباحات دون المعاصي إذ الطاعة تنقلب معصية بالقصد والمباح ينقلب معصية وطاعة بالقصد

“Perkataan  Nabi  Shallallahu  ‘Alaihi  wa  Sallam  “Perbuatan  hanya  dinilai berdasarkan niat” dari tiga kategori, ia berlaku secara khusus terhadap perbuatan taat  dan  perbuatan  yang  mubah,  tidak  perbuatan  dosa.  Karena  perbuatan  taat dapat  berubah  menjadi  dosa  dengan  adanya  niat  yang  salah,  dan  perbuatan mubah dapat berubah menjadi dosa atau ketaatan tergantung pada niat”.

شرح النووي على مسلم: (96/17)

قَوْلُهُ إِنَّ مِنْ تَوْبَتِي أَنْ أَنْخَلِعَ مِنْ مَالِي صَدَقَةً إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْسِكْ بَعْضَ مالك فهو خيرلك) مَعْنَى أَغْخَلِعَ مِنْهُ أُخْرِجُ مِنْهُ وَأَتَصَدَّقُ بِهِ وفيه استحباب الصدقة شكرا للنعم المتجددة لاسيما ما عظم منها

“Perkataan  Ka’ab  bin  Malik  (“sesungguhnya  untuk  melaksanakan  taubat  aku berkehendak mengeluarkan seluruh hartaku sebagai shadaqah di jalan Allah dan Rasul-Nya  shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam.”  Maka  Beliau  berkata:  “Simpanlah sebagian  hartamu  karena  itu  lebih  baik  bagimu.”),  Makna  ankhali’a  adalah mengeluarkan dan menyedekahkan harta itu, dan di dalam hadits terdapat anjuran untuk bersedekah sebagai bentuk syukur atas nikmat-nikmat yang baru diterima, apalagi yang besar”

2. Berdasarkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 14 Tahun 2023 yang menegaskan bahwa wisuda sekolah bukan kewajiban dan tidak boleh memberatkan orang tua murid, maka pihak sekolah di bawah naungan Kemendikbudristek tidak boleh memaksakan penyelenggarakan wisuda terhadap peserta didiknya.

بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي ص : 185

والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهرا وباطنا مما ليس بحرام أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوي الهيئات

“Mematuhi  pemimpin  hukumnya  wajib  dalam  segala  yang  dia  perintahkan  baik secara lahir maupun batin jika perkara yang diperintahkan bukan perkara yang haram atau makruh. Perkara yang wajib akan menjadi kukuh dan perkara yang sunnah akan  menjadi  wajib  (jika  diperintahkan  oleh  pemimpin).  Perkara  yang mubah dalam agama (jika diperintahkan oleh pemimpin) juga (menjadi wajib) jika di dalamnya terdapat kemaslahatan seperti meninggalkan merokok, jika memang kita  menghukuminya  makruh.  Sebab,  di  dalam  tindakan  merokok  terdapat kehinaan bagi orang-orang memiliki kedudukan.”

3. Sebagaimana jawaban pada poin pertama bahwa penyelengarakan wisuda dihukumi mubah, maka berlebihan dalam penyelenggaraan wisuda hukumnya makhruh dan bisa menjadi haram jika menimbulkan mafsadah

مطالب أولي النهى في شرح غاية المنتهى  (3591)

(والإسراف في المباح مكروه لعدم الفائدة فيه. وقال الشيخ تقي الدين والإسراف هو مجاوزة الحد وهو من العدوان المحرم)، لقوله تعالى { ولا تسرفوا إنه لا يحب المسرفين} [الأنعام: 141] والصحيح من المذهب: الكراهة

“Israf  (berlebih-lebihan)  dalam  hal-hal  yang  dibolehkan  adalah  makruh  karena tidak adanya manfaat di dalamnya.” Dan berkata Syaikh Taqiyyuddin: “Israf adalah melampaui batas dan termasuk perbuatan yang haram”, sesuai dengan firmanNya:  “Dan  janganlah  kamu  berlebihlebihan  (dalam  berbelanja),  karena sesungguhnya  Allah  tidak  menyukai  orang-orang  yang  berlebihan”  (Al-An’am: 141). Pendapat yang shahih menurut mazhab adalah makhruh”

الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي: (7/ 4984)

وكذلك يحرم الإسلام الإسراف وتبذير الأموال من دون وجه مشروع أو يؤدي إلى الضرر ولو في سبيل الخير، قال الله تعالى: { إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين} [الإسراء: 17/27]

“Demikian juga, Islam mengharamkan israf (berlebih-lebihan) dan tabdzir menyianyiakan harta tanpa tujuan syar’i atau yang menimbulkan dharar meskipun dalam kebaikan. Allah  SWT  berfirman:  ‘Sesungguhnya  pemboros  adalah  saudarasaudara setan.’ [Surat Al-Isra’ (17): Ayat 27].”

*Keputusan LBM-PWNU DIY tanggal 4 Juli 2023 di Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Irsyad Wonosari, Gunungkidul